Minggu, 23 Oktober 2011

Routing Loop & TTL

Mungkin anda, kita, kami, saya ataupun orang-orang yang biasa bermain di dalam jaringan computer, pasti sudah berkenalan dengan kata “ping”, biasanya kalau jaringan kita bermasalah langsung teringat dengan ping. Ping dipakai untuk menguji konektivitas dilakukan dengan mengirimkan paket ke alamat IP tujuan.

Sebuah contoh dibawah IP saya 10.10.10.6/28 ping ke gateway 10.10.10.1



Namun dari gambar diatas pernahkah kita berpikir untuk memperdalam lagi tentang masing-masing arti parameter dari hasil ping tersebut, terutama TTL (Time To Live), yang jika kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah waktu untuk hidup.
Yang jadi pertanyaan adalah apa yang hidup? Dan apa yang diberikan waktu untuk hidup?
Nah, bicara tentang TTL erat sekali kaitannya dengan paket data, dalam jaringan komputer, paket adalah sebuah unit format data yang dikirim ke host tujuan. TTL merupakan header dalam paket IP dan besarnya adalah 8-bit dan digunakan untuk membatasi jumlah hop (jumlah router yang dilewati) sebelum paket tersebut dibuang (jika TTL-nya sudah habis atau sama dengan 0). TTL sangat bergunaapa bila terjadi routing loop, routing loop dapat terjadi ketika dua atau lebih router memiliki routing informasi yang salah, jadi paket ditransmisikan tanpa pernah mencapai tujuan.



Dari ilustrasi gambar di atas dalam kondisi jaringan normal maka paket data yang dikirimkan dari PC Andi akan tiba dengan selamat di PC budi, namun jika kondisi jaringan bermasalah atau terjadi putus konektivitas antara Router C dan PC Budi, maka paket data yang dikirimkan oleh PC Andi dengan tujuan PC Budi akan bolak-balik antara Router B dan Router C karena dari table routing di Router B masih menganggap Network Address pada Interface Router C yang menghubungkan ke PC Budi masih ada (terjadi pada jaringan yang menggunakan distance vector routing protocol)

Nah, disinilah TTL berperan, nilai TTL akan dikurangi 1 setiap kali melewati sebuah router. Jika sebuah paket memiliki TTL sebesar 64, maka jika terjadi routing loop antara Router B dan Router C, maka paket tersebut hanya akan bolak balik diantara Router B dan Router C sebanyak 64 kali juga. Setiap tiba di sebuah router (baik itu Router B atau Router C), maka TTL akan dikurangi 1 sampai nilai TTL tersebut menjadi 0. Router yang mendapati paket dengan nilai TTL yang sudah 0, akan segera membuang paket tersebut. Bayangkan saja jika TTL tidak ada, maka setiap paket yang mengalami routing loop tidak akan pernah sampai ditujuan dan hanya akan dikirimkan dari satu router ke router lain secara terus menerus tanpa berhenti dan tentunya akan mengganggu kinerja router maupun performa dari jaringan tersebut.

sumber :
http://www.ilmujaringan.com/index.php/konsep/120-routing-loop-a-ttl

Chapter 6, Channel

Perangkat wireless LAN (WLAN) bekerja dengan menggunakan gelombang elektromagnetik, sama seperti peralatan-peralatan radio lainnya. Karena bekerja dengan gelombang elektromagnetik, maka perangkat ini akan bekerja pada frekuensi tertentu. Karena akan digunakan oleh pengguna secara luas, maka frekuensi yang dipilih adalah frekuensi yang sudah digratiskan yaitu frekuensi 2,4 GHz dan 5 GHz.

Artikel ini akan membahas frekuensi 2,4 GHz yang merupakan frekuensi yang paling banyak digunakan oleh perangkat-perangat wireless saat ini. Ada beberapa perangkat yang sudah menggunakan frekuensi 5 GHz. Penggunaan frekuensi 5 GHz akan saya bahas pada artikel terpisah.

Sebenarnya frekuensi 2,4 GHz masih dibagi lagi menjadi beberapa frekuensi yang lebih spesifik. Frekuensi 2,4 GHz dibagi lagi menjadi beberapa channel, yang menentukan satuan terkecil dari frekuensi 2,4 GHz tadi. Berikut pembagian channel pada frekuensi 2,4 GHz :



Jika diperhatikan, antara satu channel dengan channel lainnya terpisah 0,005 GHz, kecuali antara channel 13 dan channel 14 yang terpisah 0,014 GHz.

Setiap channel memiliki rentang channel sebesar 22 MHz atau 0,022 GHz. Ini mengakibatkan signal dari sebuah channel masih akan dirasakan oleh channel lain yang bertetangga. Misalnya signal pada channel 1 masih akan terasa di channel 2, 3, 4 dan 5. Karena rentang frekuensi yang saling overlapping (menutupi) maka penggunaan channel yang berdekatan akan mengakibatkan gangguan interference.

Hal ini mirip yang terjadi pada pemancar Radio FM, suatu frekuensi station radio tidak boleh berdekatan dengan frekuensi station radio lain, karena siaran radio mereka akan saling mengganggu jika frekuensi yang mereka gunakan berdekatan.

Secara lengkap gambaran interference yang akanterjadi antar channel dapat dilihat pada gambar berikut :



Berdasarkan gambar di atas, kita bisa melihat bahwa interferensi channel akan terhindar jika kita menggunakan aturan +5 atau -5 dengan frekuensi yang sudah digunakan. Sebagai contoh, channel 6 tidak akan overlapping dengan channel 1 atau channel 11.

Contoh penerapan aturan +5 atau -5 ini misalnya pada saat kita akan mengkonfigurasikan sebuah AP, ternyata disekitar kita sudah ada AP milik orang lain. Sebelum menentukan channel yang akan kita gunakan di AP kita, cari tahu terlebih dahulu channel yang digunakan oleh AP tetangga kita. Anda bisa menggunakan aplikasi netstumbler untuk mesin Windows ataupun airodump-ng untuk mesin Linux. Jika ternyata tetangga kita menggunakan channel 8 pada AP nya, maka channel yang dapat digunakan pada AP anda adalah channel 3 atau channel 13.

Sedikit pengecualian rentang channel ini pada channel 13 dan 14, yang terpisah agak jauh, seperti pada gambar tadi.

Aturan +5/-5 ini juga digunakan pada saat Anda akan membangun jaringan nirkabel dengan menggunakan beberapa AP, misalnya pada topologi EBSS yang saya bahas pada chapter 5 terdahulu.

sumber :
http://www.ilmujaringan.com/index.php/jaringan-nirkabel/128-chapter-6-channel

Chapter 5, Konfigurasi AP Repeater (pada EBSS)

Pada chapter 4, kita sudah membangun jaringan nirkabel dengan menggunakan satu buah AP yang difungsikan sebagai Root AP. Topologi tersebut disebut Basic Service Set (BSS). Dengan BSS, area kerja atau jangkauan dari AP kita sangat terbatas karena hanya menggunakan satu buah AP. Jika kita ingin memperluas area kerja jaringan nirkabel kita, maka dapat ditambahkan sebuah AP dengan mode kerja Repeater. AP yang difungsikan sebagai repeater akan menguatkan signal yang dipancarkan oleh Root AP. Untuk mengkonfigurasikannya, selain SSID, Channel dan Mode, maka kita harus mengetahui MAC Address dari Root AP. Untuk Linksys WAP54G, MAC Address dapat dilihat melalui menu Status, ataupun Anda dapat melihat di box kemasan maupun stiker di casing perangkat.

Berikut contoh topologi EBSS dengan sebuah Root AP dan sebuah Repeater AP. Konfigurasi Root AP sudah dijelaskan pada chapter 4, sehingga pada chapter ini saya hanya akan menjelaskan konfigurasi dari Repeater AP.



Yang perlu diperhatikan adalah SSID di Repeater yang harus sama dengan SSID di Root AP, sedangkan channel di Repeater nilanya haruslah +5 atau - 5 dari channel yang digunakan Root AP. Masalah mengapa harus +5 atau -5 , akan saya bahas pada chapter berikut. SSID diantara Root AP dan Repeater AP harus disamakan sehingga jika sebuah STA akan berpindah dari satu cell ke cell lain, STA tidak akan mengalami putus koneksi (disconnected) dengan jaringan kabel (Internet). Perlu juga diperhatikan bahwa harus dibuat overlapping cell sehingga tidak terdapat blank spot (area dimana tidak ada signal) antara Root AP dan Repeater AP. Kesemuanya untuk menunjang roaming, yang pada gambar di atas diilustrasikan bahwa STA3 akan berpindah dari Repeater AP ke Root AP.

Untuk memfungsikan WAP54G menjadi sebuah Repeater, kita dapat mengganti mode kerjanya melalui menu Setup --> AP Mode, kemudian pilihlah Mode Repeater dan kemudian isikanlah MAC Address dari Root AP. Jangan lupa untuk menyimpan konfigurasi Anda, seperti terlihat pada gambar berikut :



Kemudian konfigurasikanlah SSID, Channel dan Mode wireless b/g melalui menu Wireless --> Basic Wireless Setting, seperti pada gambar berikut :

(jangan lupa untuk menyimpan konfigurasi Anda



Konfigurasi jaringan wireless Anda dengan Mode EBSS telah selesai, Anda dapat menguji fitur roaming dengan cara berpindah-pindah cell namun tetap melakukan koneksi ke Internet (misalnya melakukan ping terhadap IP Address Router).

sumber :
http://www.ilmujaringan.com/index.php/jaringan-nirkabel/121-chapter-5-konfigurasi-ap-repeater-pada-ebss

Chapter 4, Konfigurasi Access Point

Chapter ini akan membahas apa saja yang harus dikonfigurasi pada sebuah Access Point (AP) jika akan difungsikan sebagai Root AP. Sebagai bahan pembelajaran yang dasar, saya menggunakan Access Point Linksys WAP 54G. Pertimbangganya adalah menu-menu yang ada dalam WAP54G tersebut sederhana, sehingga tidak akan memusingkan bagi Anda yang baru memulai konfigurasi jaringan wireless. Jika Anda menggunakan perangkat lain, maka diperlukan sedikit penyesuaian dalam konfigurasi. Antara satu perangkat dengan perangkat yang lain terdapat perbedaan pada tampilan menu. Namun parameter-parameter yang akan dikonfigurasikan adalah sama.

Topologi yang akan digunakan pada chapter ini dapat dilihat pada gambar berikut :



Untuk memfungsikan sebuah AP menjadi Root AP, yang perlu dikonfigurasikan secara mendasar ada 3, yaitu :

1. SSID, yang akan menjadi identitas dari jaringan nirkabel tersebut, sebagai contoh digunakan SSID "Ilmu Jaringan HotSpot". Inilah yang akan terdeteksi pada STA, bilama STA tersebut mencari jaringan wireless kita.
2. Channel, yang menyatakan frekuensi yang akan digunakan AP, contoh digunakan channel 6. Tentang penggunaan channel akan dibahas pada chapter tersendiri
3. Mode, yang menentukan dengan tipe apa AP kita dapat bekerja, pilihan yang umum adalah Wireless B, Wireless G, Wireless N atau Mixed. Jika kita memilih opsi Wireless B, maka AP kita hanya akan bisa bekerja dengan STA dengan tipe Wireless B pula. Begitu juga dengan tipe lain, namun jika kita memilih opsi Mixed, maka AP kita dapat bekerja dengan semua jenis perangkat baik B, G maupun N.

Setelah memahami apa saja yang akan dikonfigurasikan, maka untuk perangkat WAP54G tahapan konfigurasinya adalah sebagai berikut :

WAP54G memiliki IP Address default 192.168.1.245/24 dengan password default "admin". Hubungkanlah laptop kita untuk konfigurasi dengan menggunakan kabel UTP dengan WAP54G. Gunakan IP Address 192.168.1.2/24 pada laptop kita. Saya tidak menyarankan mengkonfigurasi AP dengan menggunakan media wireless.

Jika sudah terhubung, jalankan browser Anda, misalnya Mozilla Firefox atau Google Chrome. Bukalah url http://192.168.1.245 WAP54G akan meminta password, gunakanlah password "admin" tadi.

Setelah berhasil masuk, konfigurasikan WAP54G sebagai Access Point melalui menu Setup --> AP Mode, pilihlah Access Point, kemudian simpan konfigurasi dengan mengklik tombol Save Settings, seperti pada gambar berikut :



Kemudian lanjutkan konfigurasi SSID, Channel dan Mode pada menu Wireless --> Basic Wireless Setting, seperti pada gambar di bawah ini. Jangan lupa untuk menyimpan juga konfigurasi yang Anda lakukan.



Tahapan di atas merupakan tahapan fundamental mengkonfigurasikan sebuah Root AP. Jika Anda menginginkan STA akan mendapatkan IP Address secara otomatis pada saat terhubung ke AP, maka pada Router harus kita konfigurasikan DHCP Server. Jangan lupa untuk mengganti password WAP54G Anda melalui menu Administration. Untuk perangkat yang lain, Anda akan mendapati menu yang berbeda, namun prinsip konfigurasi adalah sama.

sumber :
http://www.ilmujaringan.com/index.php/jaringan-nirkabel/119-chapter-4-konfigurasi-access-point

Chapter 3, DHCP Relay

DHCP sebagian besar bekerja dengan menggunakan komunikasi broadcast, baik itu yang dilakukan oleh DHCP Client maupun DHCP Server. Anda bisa melihatnya pada chapter sebelumnya. Dikarenakan bekerja dengan komunikasi broadcast, maka DHCP Server harus berada satu network (satu broadcast domain) dengan DHCP Clientnya. DHCP Server tidak bisa terpisah oleh Router dengan client-clientnya.

Marilah kita lihat gambar berikut yang merupakan gambar suatu jaringan skala enterprise. Jaringan tersebut sudah menggunakan teknik segmentasi karena terdiri dari 3 buah LAN dan dipisahkan oleh 3 buah router. Keseluruhan komputer dalam LAN bisa terhubung ke Internet melalui sebuah Router yang berfungsi sebagai Internet Gateway. Jenis topologi ini adalah topologi hirarki, jika Anda sempat mempelajari ilmu Network Design, maka topologi jenis yang paling banyak digunakan untuk menghubungkan jaringan skala enterprise ke backbone (Internet).



Kembali ke persoalan DHCP Server. Karena memiliki 3 buah LAN yang terpisah oleh masing-masing router, maka disetiap Router, Administrator harus membuat DHCP Server, seperti gambar di atas. Ini dimaksudkan untuk melayani DHCP Client yang ada dimasing-masing LAN. Cara ini tidak efektif karena kita akan memiliki 3 buah DHCP Server dan tentunya akan tiga kali pula mengkonfigurasikan DHCP Server. Belum lagi pekerjaan memaintenance DHCP Server tersebut.

Jika Anda menginginkan DHCP Server tersebut dibuat terpusat, maka DHCP Server tersebut dapat saja dikonfigurasikan di Internet Gateway, cukup dengan sekali konfigurasi untuk melayani 3 LAN yang ada tadi. Karena DHCP Server dan DHCP Client sudah terpisah atau tidak berada satu jaringan lagi, maka Router-Router yang memisahkan DHCP Client dan DHCP Server harus difungsikan sebagai DHCP Relay. DHCP Relay tidak memiliki konfigurasi Pool IP, namun hanya dikonfigurasikan untuk meneruskan jika ada ada paket DHCP yang dikirimkan baik dari Client maupun dari Server. Model topologi jaringannya dapat dilihat pada gambar berikut :



Secara default Router tidak akan meneruskan paket-paket broadcast, termasuk paket-paket DHCP (Discover, Offer, Requet, ACK). Namun dengan menjadikannya sebagai DHCP Relay, maka Router tersebut akan mau meneruskan paket-paket broadcast DHCP.

sumber :
http://www.ilmujaringan.com/index.php/konsep-administrasi-jaringan/130-chapter-3-dhcp-relay

Chapter 2, DHCP Process

Mengkonfigurasikan DHCP Server sangatlah mudah dan tidaklah rumit. Untuk beberapa perangkat kita bahkan hanya cukup mencentang pilihan DHCP Enable, dan DHCP Server kita telah siap. Namun pernahkah kita mempelajari apa saja yang dilakukan oleh DHCP Server jika ada sebuah komputer/laptop yang menjadi DHCP Client dan ingin mendapatkan IP Address.

Uraian di chapter ini sangat teoritis dan membahas langkah-langkah yang dilakukan oleh DHCP Server dan DHCP Client pada saat akan terjadi transaksi peminjaman IP J. Bagi para pemula saya mengharapkan anda bisa mengerti pengertian broadcast dalam proses komunikasi data pada jaringan komputer sebelum membaca artikel ini.

Secara garis besar, ada empat proses yang terjadi pada saat ada sebuah Client mengajukan permintaan IP Address kepada DHCP Server, yaitu :

1. DHCP Discover (dilakukan oleh client)
2. DHCP Offer (dilakukan oleh server)
3. DHCP Request (dilakukan oleh client)
4. DHCP Acknowledge (dilakukan oleh server)



Saya akan membahas keempat tahapan berikut dengan menggunakan gambar, sehingga mempermudah dalam memahaminya.

Proses I (Discover)

Jika ada sebuah client yang ingin mendapatkan IP Address dari DHCP Server, maka client tersebut akan mengirimkan sebuah paket DHCP dengan jenis DHCP Discover. Paket ini akan dikirimkan secara broadcast, sehingga akan dikirimkan ke seluruh anggota jaringan. Tujuannya adalah mencari tahu, adakah DHCP Server didalam jaringan tersebut. Pada gambar terlihat sebuah client mengeluarkan packet DHCP Discover, paket ini memiliki IP Address pengirim 0.0.0.0 (tentu saja, karena si client kan belum memiliki IP Address) dengan IP Address tujuan 255.255.255.255 (alamat broadcast). Karena dikirimkan ke alamat broadcast, maka seluruh penghuni jaringan akan menerima paket ini, termasuk client tetangga dan router gateway.



Proses II (Offer)

DHCP Discover yang dikirimkan oleh client hanya akan dibalas oleh DHCP Server, jika ada beberapa DHCP Server di dalam jaringan, maka server-server tersebut akan membalasnya (meresponnya). Respon dari DHCP Server tersebut adalah dengan mengirimkan paket DHCP Offer. DHCP Offer merupakan paket DHCP penawaran bagi si client. Paket DHCP Offer ini sudah berisi IP Address, Subnetmask, default gateway, DNS Server dan Lease Time yang dapat digunakan oleh si client. Paket ini juga dikirimkan secara broadcast, namun IP Address pengirim dalam paket DHCP Offer ini adalah IP Address dari DHCP Server, seperti terlihat pada gambar. Paket ini juga dikirimkan secara broadcast, sehingga dapat diketahui oleh DHCP Server lainnya dalam jaringan bahwa terjadi penawaran konfigurasi IP Address kepada sebuah client.



Proses IV (ACK)

Proses terakhir yang terjadi adalah DHCP Server mengirimkan DHCP ACK (Acknowledge) kepada si client sebagai persetujuan untuk menggunakan IP Address yang ditawarkan (offer) dan yang diminta (request) tadi. Setelah client menerima DHCP ACK, maka client telah dapat menggunakan IP Address tersebut.



Demikianlah proses yang terjadi pada saat sebuah client mengajukan permintaan IP Address kepada DHCP Server, semoga bermanfaat dalam melakukan administrasi jaringan dan menganalisa performa jaringan. Juga akan sangat berguna jika Anda mengalami serangan jaringan DHCP Rouge.

sumber :
http://www.ilmujaringan.com/index.php/konsep-administrasi-jaringan/125-chapter-2-dhcp-process

Chapter 1, Pengantar DHCP (konsep)

Cara mengkonfigurasikan IP Address pada sebuah komputer/laptop dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

Metode Statik
Metode Dinamik

Metode statik atau metode manual adalah cara mengkonfigurasikan IP Address dengan mengisikan serara manual paramater-parameter IP sehingga komputer kita terhubung ke jaringan. Parameter-parameter itu antara lain IP Address, subnetmask, default gateway dan DNS Server yang akan digunakan. Dengan cara statik ini, maka Administrator jaringan mengisikan parameter-parameter tersebut satu per satu pada setiap komputer di dalam jaringan.

Metode kedua adalah metode dinamik atau metode automatic, karena dengan metode ini Administrator tidak perlu memberikan parameter-parameter IP tersebut kepada komputer. Metode ini memungkinkan komputer yang akan mencari sediri IP Address, subnetmask, default gateway dan DNS. Salah satu teknik yang umum digunakan untuk mengkonfigurasikan IP Address secara otomatis adalah dengan memanfaatkan protocol DHCP (Dynamic Host Configuration Protocol). Untuk menggunakan DHCP, maka kita harus menyiapkan sebuah DHCP server dalam jaringan kita, kita bisa menggunakan sistem operasi Windows 2003/2008, Linux maupun cukup dengan Windows XP/7 namun dengan menambahkan aplikasi khusus DHCP Server.
Secara konsep jaringan yang menggunakan DHCP dapat dilihat pada gambar berikut :



Pada gambar di atas, terlihat sebuah server yang difungsikan sebagai DHCP Server dan beberapa komputer yang menjadi DHCP Client. Pada DHCP Server sudah disiapkan sekumpulan IP Address (sering disebut Pool IP) yang akan dibagikan kepada DHCP client. DHCP Server juga akan memberikan Default Gateway dan DNS yang dibutuhkan oleh DHCP Client.

Prinsip kerja dari DHCP ini adalah lease IPatau peminjaman IP. Jadi DHCP Client yang mengajukan permintaan IP kepada DHCP server juga akan mendapatkan batas waktu pemakaian IP. Jika pemakaian IP telah melewati batas pemakaian, maka DHCP Client harus mengembalikan IP tersebut ke DHCP Server.

Penggunaan DHCP Server umum digunakan pada jaringan publik, misalnya hostpot. Ini dimaksudkan agar pengguna hotspot tidak perlu repot-repot mengkonfigurasikan IP Address pada laptop mereka. Namun saat ini DHCP Server juga diterapkan pada jaringan kabel, baik jaringan berskala kecil maupun besar. Semua ditujukan untuk kemudahan penggunaan jaringan.

Karena menggunakan prinsip peminjaman, maka IP Address yang akan didapatkan oleh setiap laptop tidaklah sama. Bisa saja laptop Anda hari ini menggunakan IP Address 192.168.1.10, namun keesokan harinya menggunakan IP Address 192.168.1.20. Oleh sebab itu janganlah mengkonfigurasikan IP Address Server Anda dengan menggunakan DHCP, karena Server akan sulit untuk diakses akibat pergantian IP Address yang mungkin dapat terjadi setiap saat .....Anda tentu kesulitan jika menghubungi teman Anda yang selalu mengganti nomor handphone Sealed

Berikut tampilan konfigurasi IP Address dari sebuah Laptop yang mendapatkan IP Address secara dinamik dengan menggunakan protocol DHCP. Untuk mesin Windows, gunakan perintah C:>ipconfig all pada command prompt.



Pada gambar di atas terlihat bahwa laptop tersebut mendapatkan IP Address secara dinamik dengan menggunakan DHCP, dapat dilihat dari parameter DHCP Enabled = Yes. IP Address yang didapatkan adalah 10.10.6.61 dengan subnetmask 255.255.255.0. Gateway yang diberikan adalah 10.10.6.1 dan DNS Server yang diberikan adalah 10.10.6.1 dan 10.10.100.101. Anda juga dapat melihat bahwa yang bertindak sebagai DHCP Server adalah 10.10.6.1 dari parameter DHCP Server = 10.10.6.1. Anda juga dapat melihat bahwa laptop ini mendapatkan IP Address pada 17 Oktober 2011 pukul 10:15:21 dan IP Address ini harus dikembalikan pada 17 Oktober 2011 pukul 12:15:21. Artinya DHCP Server hanya meminjamkan (lease) IP Address ini selama 2 jam.

Saat ini banyak router/Internet gateway sudah dilengkapi dengan DHCP Server, sehingga topologi jaringannya akan lebih sederhana, seperti gambar berikut :



Dalam skala yang lebih besar, implementasi IP Address dapat dilihat pada gambar berikut :



Pada gambar di atas, Anda dapat melihat beberapa komputer pada corporate network yang menjadi DHCP Client dan akan meminta IP Address kepada DHCP Server yang dipasang pada Router R1. Router R1 sendiri menjalankan DHCP Server di interface eth1 untuk membagi IP Address kepada Komputer Client dalam LAN Corporate Network. Selain itu R1 ternyata juga merupakan DHCP Client, karena IP Address pada eth0 R1 harus didapatkan secara dinamik dari DHCP Server yang ada pada ISP. Begitu juga dengan Personal User yang menggunakan komputer desktop namun tidak mengkonfigurasikan IP Address secara manual. Komputer personal User ini menjadi DHCP Client karena akan meminta IP Address ke DHCP Server yang ada di ISP.

Proses permintaan IP Address dan proses pemberian IP Address dari DHCP Client dan DHCP Server akan saya bahas pada chapter selanjutnya. Saya juga akan menbahas mengenai konsep DHCP Relay di chapter selanjutnya....so... stay as long as you can.. on our site...

sumber :
http://www.ilmujaringan.com/index.php/konsep-administrasi-jaringan/124-chapter-1-pengantar-dhcp-konsep